Ilmu dan Hikmah

Cerita ini aku tulis sebab rindu sekolah. 

Sebenarnya ini pun kisah beberapa tahun lalu, jaman hp blackberry. 

Seorang siswi di kelas 7 sering mendapat bully-an sebab dinilai buruk rupa. Setiap hari dia selalu mendapat penghinaan secara fisik. Teguran, peringatan, dan nasehat dari guru pada para pem-bully memang mengurangi hal tersebut secara signifikan. Tapi ada seorang siswa yang ternyata cukup sulit untuk dihentikan, baginya hal tersebut seakan sudah berubah menjadi semacam hobi atau kebiasaan. Dia cukup bagus secara akademis dan lumayan good looking. Bully-annya benar2 tertuju ke fisik. Si siswi tampil dengan sikap istimewa, kadang hanya tersenyum malu, kadang memprotes juga masih dengan sikap malu- malu, ada juga sih saat-saat dia menunjukkan sikap keberatan dengan protes yang setengah hati, tapi senyum di bibirnya tidak pernah benar-benar lenyap. Ah, pernah juga dia menunjukkan kemarahan atas penghinaan yang terus-menerus itu, ia memukul si anak lelaki dengan sebuah buku lks tipis, tentu saja dengan pukulan yang tidak cukup menyakitkan. Tapi cukup untuk menunjukkan perasaan hati yang sesungguhnya, betapa dia sangat keberatan dan tidak nyaman dengan hal tersebut, bahkan andaipun si anak lelaki berdalih hanya bermaksud untuk bercanda. Tindakan yang dilakukannya benar-benar bisa bikin guru frustasi.

Saya sendiri juga hampir kehabisan cara dan cenderung bosan untuk menghentikan si anak lelaki. (Metode menerapkan denda untuk setiap perkataan buruk di kelas/ sekolah pun seperti ide usang khusus untuk siswa satu ini).

Sampai suatu hari... sepertinya kesabaran saya mencapai batas.

Saya berdiri di depan kelas dan berkata dengan tajam, "Ingat perkataan saya hari ini! Kelak, entah beberapa tahun ke depan, di masa yang akan datang, kamu akan naksir berat sama....(menyebut nama si gadis)." Saya memasang wajah kaku tanpa senyum, untuk menunjukkan  ketegasan final.

Kelas ribut, si anak lelaki menyangkal keras dan yakin hal itu tidak akan pernah terjadi. Si anak perempuan hanya nyengir dan tersenyum malu-malu.

Sejatinya si anak perempuan bukan anak pemalu, kepribadiannya baik dan lumayan supel. Dan syukurlah di antara teman-temannya dia termasuk yang paling beruntung secara ekonomi, usaha kedua orang tuanya sedang berada di atas. Dia ke sekolah dengan uang jajan lebih, memiliki hp (kadang dibawa ke sekolah dan dititip ke wali kelas) paling mahal pada masanya, dan saat kelas 8 mengendarai motor ke sekolah yang di parkir di luar wilayah sekolah (karena sekolah tidak bertanggung jawab pada keputusan wali siswa yg memperbolehkan putra/putrinya berkendara pribadi). 

Di kelas 8, diam-diam si anak perempuan menjalin hubungan percintaan dengan siswa dari  sekolah lain yang merupakan sekolah favorit bagi kebanyakan siswa sederajat, di lingkungan terdekat. Bagi mereka, siswa sekolah tersebut keren-keren, walau pacar si anak perempuan bisa dibilang jauh dari keren. Berdasarkan informasi dari siswa lain, sang pacar jauh dari kategori good looking, bukan siswa berprestasi, dan belakangan kedapatan merupakan siswa nakal.

Hubungan percintaan itu memberi pengaruh buruk pada si anak perempuan hingga dia dipanggil ke kantor. Teman-temannya heboh atas apa yang terjadi. Si anak perempuan tiba-tiba menjadi sosok yang populer, anehnya malah dengan image yang cenderung positif. Fakta 'si buruk rupa' ternyata sudah punya pacar, dari sekolah favorit pula! Mengubah pandangan sebagian besar siswa, dan terutama si anak lelaki "sang penghina ulung",  setelah kejadian dipanggil ke kantor itu, dia tidak pernah lagi memanggil "si buruk rupa" dengan panggilan-panggilan buruk. Dan entah kapan tepatnya, sikapnya berbalik 180 derajat. Sikapnya jadi lebih baik, manis dan perhatian. Hingga naik kelas 9 sikapnya tak berubah, ah sebenarnya berubah menjadi lebih perhatian dan baik. Sepertinya wajah buruk rupa tak tampak lagi di penglihatannya, setiap jam pelajaran bindo, seringkali saya dengar dia menyebut nama si anak perempuan. Sampai beberapa hari ke depan saya mendapati hal tersebut. Pada satu saat, akhirnya saya berucap, " Saya tidak menduga, apa yang saya katakan dulu terjadi secepat ini."

Beberapa anak tampak bingung memahami arah pembicaraan saya. Tapi si anak lelaki, menyahut dengan sigap. Sikapnya perpaduan rasa percaya diri,  heran sekaligus takjub. Tapi dia berkata sambil nyengir tengil.

"Hehe, Ibu. Saya jadi malu. Tentang saya ya, Bu?"

"Hmm...sepanjang jam saya ini, sy dgr kamu berkali- kali nyebut namanya." 

Dia semakin nyengir, wajahnya merona dan tampak bahagia.

"Ya gimana dong Bu, kan saya ga bisa ngatur perasaan saya. Tapi kenapa jadi begini ya Bu?"

Kelas jadi riuh, dan terus bertambah riuh seiring pengakuannya secara terbuka.

Di wajah si anak perempuan yang berwarna gelap tak hadir rona merah, tapi tampak jelas ia tersipu malu.

"Ini akan jadi kenangan indah buat kalian kelak. Masa- masa ABG yang manis. Tapi... well, jangan berharap...," saya menunjuk si anak lelaki, "kamu dapat izin dari saya untuk nembak seseorang yang sedang tersipu malu itu."

Kelas kembali ribut.

"Oke semuanya...sudah dapat pelajaran moralnya kan?"

"Ya Bu..," jawab siswa keras, serempak.

"Banyak Bu," jawab si penghina ulung. 

"Di sekolah, kalian belajar banyak hal yg bersifat akedemis. Tapi pelajaran moral bertebaran di setiap peristiwa kecil atau besar. Seringkali hal itu lebih bernilai dari semua ilmu akademis yang kalian dapat. Jika ilmu sangat bernilai seperti emas, maka hikmah adalah berlian. Dan waktu telah memolesnya menjadi lebih bersinar."

🌹🌹🌹

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Umum dan Kata Khusus

Selendang Sutra Bidadari