Selendang Sutra Bidadari

Selendang Sutra Bidadari,

Not a Cheap Love Story

Budi Waluyo


Mungkin, kebanyakkan orang ketika membaca  judul novel ini “Selendang Sutra Bidadari” akan langsung menyimpulkan bahwa novel ini pastilah tentang seorang gadis cantik seperti bidadari dengan selendangnya, tak lebih seperti cerita rakyat tentang bidadari yang turun dari Khayangan. Nope.

Novel ini menawarkan lebih dari sekedar memamerkan alunan kata indah menggambarkan seorang gadis berparas bidadari.

Dalam novel ini, ada seorang laki-laki bernama Faris yang terlihat “istimewa” dan memiliki daya tarik, tidak hanya untuk lawan jenis, tetapi juga untuk yang berjenis kelamin sama. Suasana rasa suka dan kagum di antara para remaja sekolah digambarkan dengan sangat indah oleh si pengarang – Lala Suhaila. Ada sosok Mellynar, seorang putri mahkota penguasa perjudian terbesar negeri ini. Sisi, seorang penggemar rahasia. Nindya, gadis cantik dengan latar belakang menyedihkan. Serta seorang gadis bernama Inge yang memiliki kehidupan tragis. Percayalah, mungkin tidak pernah terlintas sekalipun dalam imajinasi anda bahwa sosok Inge ini adalah “seperti itu” – anda tak akan tahu kecuali membaca novel ini sendiri, buktikanlah. Seorang laki-laki bernama Her ikut menambah kerumitan cerita. 

 Kerumitan cerita cinta tidak hanya berhenti di Faris; hadir sosok  Bagas yang perkuat cerita lebih dari siapapun meski ada cerita cinta seorang ibu dengan penguasa perjudian, kehadiran sosok penolong yang tak mampu hadir lebih dari sekedar teman - Alexander Dumanauw. Dan seterusnya. 

 Novel ini membawa pembaca mengarungi samudra ilmu: mencintai tanpa menyentuh batas suci, walau pelaku kriminal pun tak mampu mengotori apa yang dicintainya. Dalam setiap dialog yang menggambarkan rasa cinta, Lala Suhaila pandai memilih kata-kata penuh makna, tanpa harus diungkapkan langsung, namun ‘Jleb” terasa sangat dalam dihati akan tingkat rasa mencintai yang sedang dimainkan. Paragraf dibawah ini misalnya,   

Pada saat yang hampir bersamaan, ada keanehan lain yang lebih menenangkan…, di antara reaksi kekaguman, keterpesonaan, suara pikiran-pikiran kotor yang membuat tubuhnya gemetar, ia dengar suara seseorang di belakang Ikke. Itu bukan senandung, namun terdengar begitu merdu. Sebuah doa tulus diawali tahmid. Nurani yang bertasbih lahir dari kejernihan jiwa, bukan pemoles bibir untuk menunjukkan betapa kualitas keimanan diri lebih tinggi dari orang lain. Sebelum kesadaran tercerabut dari diri, ia paksa kedua matanya menatap sosok jangkung di belakang Ikke. Dan dengan seluruh kekuatan yang tersisa, ia berucap pelan dan lirih, “Terima kasih....”

Dialog-dialog antara Faris dan Inge sangat “menyentil” perasaan dan beberapa bagian bisa membuat pembaca tersenyum sendiri. Penulis seakan mencoba menampilkan kisah percintaan romantis di dunia remaja, tetapi jauh dari seperti yang bermunculan di film atau cerita cinta murahan yang berujung pada melangkahi norma moral dan etika dalam kehidupan. 

 Anda pasti pernah dengar atau nonton film cinderella, iya kan? Nah, dalam novel ini ada satu bagian dimana situasi tokoh utama berada dalam frame cerita seperti Cinderella, tetapi dalam versi yang lebih menegangkan dan mungkin anda akan sedikit terkejut kalau tahu apa yang terjadi didalamnya. Novel ini mengeskplorasi seorang tokoh yang dipandang sempurna dimata lawan jenis dan sesama jenis serta memiliki kehidupan yang biasa dan sederhana, tetapi sebenarnya memiliki latar belakang keluarga yang ‘mengerikan’ hingga dia sebagai calon Putra Mahkota akan mewarisi satu kunci untuk membuka akses pada harta berlimpah, sekaligus kehidupan penuh dosa. 

 Bila novel-novel islami yang mengangkat tema cinta umumnya menghadirkan berbagai ayat al-qur’an atau hadits dalam setiap dialog-dialog pentingnya, Lala Suhaila melakukan hal yang berbeda. Penulis mengajarkan bagaimana menginterpretasi satu permasalahan dari sudut pandang agama, tetapi melalui dialog-dialog yang menyentuh logika berfikir pembaca. Pada poin ini, Lala Suhaila memiliki ciri khas yang berbeda dari penulis-penulis cerita fiksi islami lain. Novel ini pun tidak masuk kategori novel islami, namun nilai-nilai pemikiran islami hadir dalam setiap plot cerita. 

 Dari halaman awal cerita, pembaca akan dibawa menyelami kehidupan tokoh utama, dimana tidak hanya tentang cinta, tetapi juga tentang kesetiaan, penghianatan, kriminalitas sekelas mafia, hingga hal-hal renyah, unik, dan menarik didunia remaja sekolah. So, this is not a cheap love story! Anda akan mendapatkan satu perspektif baru yang mencerahkan setelah membaca novel ini. 

- Budi Waluyo -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Umum dan Kata Khusus

Ilmu dan Hikmah