Aku dan Foto Profil FB

 AKU DAN FOTO PROFIL FB

Oleh: Lala Suhaila


Banyak teman mempertanyakan keenggananku berfoto dan memasang foto profil di  fb. Beberapa bahkan sulit menerima sikap dan tindakanku itu. Kadang aku ingin menjawab dan menjelaskan alasannya. Tapi rasanya selalu membutuhkan jawaban yang tidak sederhana, jadi selalu aku urungkan. Kupikir tidak terlalu penting juga, tersenyum sajalah, kurasa cukup. Atau akui saja bahwa aku terlalu gaptek hingga tidak mampu mengganti foto profil (kejujuran yang sering tidak dipercaya). 


Entah kenapa tiba-tiba aku ingin menjawab pertanyaan “mengapa/kenapa” sambil sharing dan kupikir lumayanlah jika bisa diambil sebagai pelajaran untuk mawas diri terutama bagi kaum hawa.

Suatu hari di usia remaja, aku bicara pada mamaku tentang seorang teman cowok yang meminta fotoku. Mama bilang “Hati-hati kasih foto ke cowok.” Sampai saat ini ucapan mama itu masih kuingat berikut alasan kenapa mama memintaku untuk berhati-hati (ini berhubungan dengan hal mistik/klenik).


Bertahun kemudian sebuah penerbit meminta biodata beserta fotoku untuk dicetak di halaman terakhir sebuah buku yang menjadi proyek bersama beberapa penulis perempuan. Kuemail biodata lengkap yang dibutuhkan termasuk nomor Hp. Aku tidak menduga bahwa apa yang kuemail dicetak mentah-mentah tanpa editing isi, tentu saja termasuk nomor Hpku. 


Beberapa bulan setelah buku dicetak, aku mendapatkan sms-sms berupa apresiasi atas tulisanku. Menyenangkan sekali, mereka memperkenalkan diri termasuk asal mereka yang rata-rata di belahan jauh bumi Indonesia, nun jauh dari Jakarta. Well, walaupun tidak bisa dikatakan dari Sabang sampai Merauke. Awalnya kebanyakan menyatakan terkesan dengan tulisanku, mengagumiku sebagai sosok penulis muda, cantik dan berbakat (tentu saja bagian ini agak berlebihan) dan tak sombong pula sebab berkenan menjawab panggilan telepon mereka. 


Pujian yang berlebihan itu membuatku merasai hal-hal yang negative. Betul saja, sms maupun telepon dari beberapa orang di antara mereka sangat mengganggu, dan menjengkelkan, juga agak merendahkan harkat. Beberapa dari mereka seperti hantu yang sulit diusir (bahkan dua di antara “orang-orang sakit” ini masih menghantui hingga saat ini) yang berarti setelah enam tahun berlalu. 


Untuk beberapa hal aku bisa sangat keras kepala, terbukti dengan tidak kuambil keputusan untuk ganti nomor. Hanya kadang, mematikan hp untuk beberapa waktu karena aku bisa menggunakan nomor lain. Sebenarnya kejadian tidak menyenangkan ini bukan dipicu oleh terteranya nomor Hp, melainkan sebab fotoku yang terlihat jelas di halaman belakang. 

Untuk seseorang yang tidak suka difoto, tentu saja aku memilih foto terbaik dari sedikit foto yang kupunya untuk apapun itu. Semua orang yang memperkenalkan diri sebagai ‘fans’ bicara tentang betapa cantiknya aku, anggun dan tampak smart (Hmm foto menipu mereka). Dan dengan cara yang tidak menyenangkan, kalau boleh kukatakan menjijikkan mereka berusaha merayuku. Kemudian, aku ingat nasehat mamaku berhubungan dengan foto. Memang tidak persis seperti yang dikhawatirkan, tapi tidak lebih baik juga.


Aku tidak punya banyak foto, wajahku dalam beberapa jepretan yang tak banyak itu tidak ada yang enak dan menyenangkan hati untuk dipandang. Dalam foto, wajahku biasa terlihat sinis, angkuh, ketakutan, panic, menyedihkan, menyebalkan,… dan tak satupun dari ekspresi itu yang terlihat natural. Jadilah aku enggan memajang fotoku di profil FB.


Di suatu pagi yang cerah, seorang teman berhasil mengambil beberapa fotoku tanpa sepengetahuanku. Dari beberapa foto yang tidak enak dipandang mata itu ternyata ada satu foto yang menurutku cantik sekali. (Benar-benar cantik! Hehe, pendapat yang sangat subjektif ya?) Bukan maksud hati memuji diri sendiri, yang kumaksud adalah, aku sangat terlihat natural. Sebenarnya memang tidak adil juga menilai aku cantik dalam foto itu, soalnya foto yang kubicarakan tampak belakang alias bagian punggung hehe…Oh, sebenarnya separuh wajahku terlihat dari samping kok. Tapi pokoknya dari sudut pandang dan penilaian subjektif seorang yang nyaris tidak memiliki foto cantik, foto itu tampak memperlihatkan kecantikan alami seorang gadis (ehm), kecantikan sederhana tanpa kesan kampungan, agak naïf tapi bukan bodoh. Dengan perasaan senang aku pajang foto itu jadi profil FBku…

Kali ini yang mama khawatirkan dulu tidak terjadi sama sekali. Tapi, beberapa hal yang terjadi bisa sangat mengkhawatirkan jika menimpa gadis-gadis muda yang polos dan naïf, atau …yang (maaf) agak bodoh.


Dua minggu berselang, aku dapat massage di inbox. Owhh…sulit dipercaya, seorang pria (mengaku) berkebangsaan Amerika menulis surat mengesankan, sebuah surat yang berisi sangat terkesan denganku! Sampai tidak bisa mengabaikanku begitu saja. Dan tidak bisa menghapus wajahku dari benaknya. Ups, maksudnya fotoku. Dia mengungkapkan perasaannya yang mendalam tentang sosokku dalam foto itu. Dan luar biasa, semua yang dia ungkapkan senada dengan perasaan dan penilaianku akan foto itu. Aku senang sekali (bukan GR) mengetahui ada yang sependapat denganku hehe…  


Sekali lagi, itu hanya foto biasa dan sangat sederhana. Aku yang duduk (seperti di tepi) jalan beraspal dengan busana sederhana dan agak berantakan. Menjadi istimewa bagiku karena itu satu dari dua foto milikku yang kuanggap natural. 


Owh masih ada yang sulit dipercaya, pria Amerika itu mengaku seorang (kira-kira) Jenderal dari pasukan militer Amerika. Caranya bertutur terasa sangat pas dan tidak berlebihan mengingat kedudukan dan usianya. Dia mengungkapkan tentang betapa terkesannya ia pada fotoku dan membuatnya jatuh cinta di usianya yang ke 50.


Dalam surat ketiga ia berkisah tentang kedua anaknya berusia 9 dan 6 tahun yang tinggal di asrama anak-anak khusus militer dan sangat menginginkan seorang ibu (cara yang tepat untuk menggugah hati seorang wanita). Istrinya meninggal 5 tahun lalu dan dia sepertinya tidak punya cukup waktu untuk membangun hubungan khusus dengan seorang wanita yang tepat. 


Seorang anak buah menyarankan untuk mencoba ‘mengintip’ beberapa wanita di media sosial. Dia mendapati fotoku di antara ribuan foto wanita dari berbagai bangsa, dan langsung jatuh hati (Wuih… siapa saja ya perempuan-perempaun yang tersingkir oleh pesonaku? Huahaha).

Bagaimana cara dia mengungkapkannya? Oww… tentang kecantikan alami, kebaikan murni yang terpancar dari wajahku (… yg hanya terlihat separuh karena tampak samping). 


Demi untuk menghubungiku dia terpaksa harus membuat akun facebook, tindakan yang seharusnya tidak dilakukan seseorang yang berkedudukan seperti dirinya (Ehmm). Kemudian kami bertukar email.

Ia mengirim beberapa foto yang (karena gaptek) aku kesulitan, dan tidak semua berhasil kubuka. Aku membalas suratnya hanya dengan surat pendek. Cenderung hati-hati plus karena tidak mau bersusah payah merangkai kata dalam teks bahasa Inggris. 


Aku menceritakan kisah pria Amerika ini pada seorang teman sambil memuji betapa dahsyat foto hasil jepretannya sampai-sampai seorang Jenderal Amerika menaruh hati pada foto itu… huahaha (mari terbahak). Sang teman berpendapat bahwa pria itu penipu.

Ah, dunia maya memang sarat penipuan, tapi apa motifnya? Hmm dua gadis tak berpengalaman tak mendapatkan jawaban. 


Aku berharap dia bukan penipu. (Tapi, membayangkan dia bukan penipu rasanya lebih mengerikan untuk seorang gadis rumahan sepertiku, yang tidak mampu berbahasa Inggris dan belum pernah ke luar negeri).

Oh ya, bagi gadis sepertiku (tipe yang akan membuang surat cinta berisi rayuan ke tong sampah setelah membaca kalimat pertama. Pernah kulakukan itu di usiaku yang ke 16), semua suratnya selalu mengesankan. Sementara surat-suratku selalu pendek saja. Tapi baginya, surat-surat pendekku pun selalu mengesankan. Semakin hari, dia yang jauh di belahan bumi sana semakin merasa tak sabar hendak bertemu secara langsung. Dia akan bebas tugas di bulan Desember (yang berarti 3 bulan ke depan) dan berjanji akan segera terbang menemuiku. 


Pada surat yang lain, dia menyatakan kekhawatiran pada kedua anaknya jika suatu saat dia tidak kembali dari perang. Dia menyatakan akan menulis namaku dalam surat wasiatnya, mempercayakan putra-putrinya padaku (bagian ini membuatku tersanjung) dan menjadikanku sebagai salah satu ahli waris. 


My God, andai dia tidak menulis hal ini, aku pasti masih meragukannya sebagai penipu. Surat-surat balasanku memang pendek-pendek saja, tapi tidak satupun yang mengesankan bahwa aku bodoh. Sebenarnya, beberapa memang terasa naïf, tapi membiarkan sisi naifku berperan, kadang cukup berhasil membuat pihak ‘lawan’ terkecoh dan lengah.

Tidak peduli mengenai modus atau motif yang belum kuketahui, bagiku cukup sudah. Satu pertanyaan pendek, sederhana namun mendalam bagi seorang pejabat militer, akan cukup efektif untuk mengetahui apakah dia benar seperti yang ia perkenalkan atau hanya seorang penipu yang memiliki motif dan sedang mencari cara untuk sampai pada tujuan utama. (Aku benar-benar mempersulitnya)


Aku menutup surat balasanku dengan pertanyaan ini, What kind of freedom will come from the war? 

Seperti dugaanku, pertanyaan ini menyadarkan seorang penipu bahwa dia telah salah memilih mangsa (aku tidak senaif yang terlihat). Hy Guy, itu amunisi yg sudah kuperhitungkan untuk mengungkap kebohonganmu! Aku membuat si Jenderal kesulitan berkata-kata. Ia menghilang bagai hantu, tanpa jejak.


Di bulan pertama kami berkirim email, aku juga mendapat message dari lelaki lain. Seorang lelaki yang mengaku berkebangsaan Inggris, ia juga mengaku terkesan dengan foto yang sama. Beberapa minggu aku mengabaikan message yang berupa surat itu sampai kuputuskan membaca seluruh isinya. Butuh waktu beberapa kali membaca surat itu hingga aku benar-benar mengerti apa yang dia sampaikan, kukira mungkin American English agak berbeda dengan British? 


Seorang pengusaha dealer mobil, berusia 42 tahun, duda beranak satu-usia 10 tahun. Suratnya selalu lebih panjang dari si Amerika. Seperti si Amerika, ia juga mengirim beberapa foto, dengan beberapa alasan, aku membuat email baru untuk berkomunikasi dengannya. 

Surat-suratnya bernada sama, dan berawal dari sesuatu yang sama, sebuah foto (yang hanya tampak dari belakang). Caranya bertutur kurang membuatku terkesan, jadi aku hanya 3 kali membalas suratnya.


Berselang bulan, lagi-lagi foto membuat seseorang mengirimiku sebuah surat panjang. Kali ini isi suratnya lebih aneh dan tidak masuk akal, tapi untuk beberapa hal cukup meyakinkan jika aku terlalu bodoh. 

Dalam surat yg lumayan panjang  itu, ia memperkenalkan diri sebagai leader sebuah organisasi kemanusiaan. Ia bicara mengenai hal-hal terkait dan cukup detail, termasuk sumber keuangan serta pengelolaan yang bersifat administratif. Ia bilang, fotoku memancarkan kebaikan serta kemurnian jiwa. Melihat fotoku ia langsung merasa yakin untuk mempercayakan kepadaku sejumlah dana jutaan dolar yang akan diperuntukkan sebagai dana bantuan korban bencana alam di Padang dan Aceh. Aku diharapkan berkenan menjadi seseorang yang dipercayakan menyalurkan dana besar itu untuk wilayah Indonesia. 


Hari kerja yang agak berat dengan udara yang cukup panas. Aku terlalu lelah untuk terkejut, terkesan atau takjub. Juga terlalu enggan untuk tertawa karena merasa ini semua sudah tidak lucu lagi. Dan lagi pula, dari mana dia dapat emailku? Mungkinkah orang yang sama yang sedang mencoba modus baru? Si Amerika atau si Inggris? Atau mereka adalah 1 orang yang sama? Aku ingin menjawab dengan jawaban supercerdas, bijak sekaligus mengesankan. Tapi… dengan bahasa Inggris? No! akhirnya jawaban cerdas dan bijak yang kuputuskan adalah dengan tidak membalas surat itu. Aku memberinya sebuah jawaban “Diam”, tanpa jawaban!


Harusnya sudah cukup sebelum aku benar-benar keki dan uring-uringan. Tidak sampai satu bulan kemudian, seseorang yang mengaku tentara PBB berusia 27 tahun berkebangsaan Australia, lagi-lagi menyapaku. Ia ingin sekali berkenalan dan mengenal lebih jauh sosok gadis dalam foto. Foto yang… sangat menarik perhatiannya. 

Dia mengirim foto (dua orang pemuda, satu berkulit putih dan satu lainnya berkulit hitam) berpakaian militer dalam sebuah helikopter yang sedang mengudara. Hamparan salju tampak di bawah dan sekelilingnya. Kupikir, abaikan! Ini pasti akan berakhir!


Setelah beberapa waktu, syukurlah, akhirnya tidak ada lagi penipu yang tertarik dengan wajah cantik (eehm) dan naifku, begitu kesimpulanku dengan perasaan lega. 


Tapi tunggu dulu, ini belum berakhir! Suatu malam di tengah kesibukan rekan-rekan menyelesaikan tugas-tugas makalah dan proposal PTK yang harus selesai esok pagi, aku yang merasa stress dan mendapati otakku agak hank (di hari ke tujuh dari sepuluh hari yang melelahkan) aku memutuskan rehat sejenak, membuka fb dan email.


Surat cinta lagi? No! Tapi yang ini juga lumayan “aneh”. Dalam lelah memeras otak, tak kusangka ternyata ini lumayan memberi hiburan. Seperti surat pria yang mengaku berkebangsaan Inggris, surat ini juga membuatku kesulitan memahami maksudnya, aku sampai membaca surat tersebut 5 kali bolak-balik dan meminjam kamus bahasa Inggris.

Kali ini seorang wanita berusia 55 tahun, dia bilang mendapatkan emailku dari email adiknya yang telah meninggal dunia. Setelah dua bulan, akhirnya dia memutuskan menghubungiku. Wajahku yang cantik dan polos mengusik nuraninya. Ia mengaku sangat bersedih dan merasa malu karena telah melakukan hal tidak terhormat. Ia berkisah telah berseteru dengan si adik dan tidak berbicara ataupun bertemu selama delapan tahun. Sekarang sang adik telah meninggal. 


Dalam surat wasiatnya, sang adik mencantumkan namaku (gadis istimewa yang telah membuatnya jatuh cinta dan sangat bahagaia di beberapa bulan terakhir) sebagai salah satu ahli waris. Sebagai kakak, satu-satunya keluarga dekat yang tersisa, ia tidak bisa menerima isi surat waris itu, kemudian melobi pengacara sang adik untuk menghapus namaku dari daftar waris. Tapi, surat sang adik dan fotoku yang mengesankan bagai malaikat (hehe) menghantuinya. Ia berjanji akan segera terbang menemuiku. Dia meminta waktu 2 minggu untuk menyelesaikan segala sesuatunya di Inggris. Dia memintaku untuk menemuinya di bandara seorang diri. Harus seorang diri dan tidak boleh mengatakan hal ini pada siapapun sebab dia seorang bangsawan yang sedang mendapat sorotan di negaranya. (Hallo… Mam, urusan waris tanpa pengacara? Dan bagaimana kita berkomunikasi langsung sementara aku tidak lancar berbahasa Inggris?)


Setelah surat cinta dan lamaran dari si Amerika yang membuatku senang, tidak ada lagi surat-surat aneh yang membuatku tersenyum kecuali surat ini. Dengan perasaan senang dan jahil, aku membalas emailnya. 


Salam, Nyonya yang terhormat,


Saya turut bersedih dengan apa yang Anda alami. Tapi… Anda yakin tidak mengirim email ke orang yang salah? Benarkah saya gadis yang dimaksud adik Anda? Siapakah nama adik Anda yang Anda yakin menjalin hubungan dengan saya?


Lama kemudian ia baru menjawab dengan menyebut nama seorang lelaki…yang tak pernah aku kenal atau dengar namanya.


Salam, Nyonya yang terhormat, atau… Tuan?


Kau pembohong yang buruk dan penipu yang payah! 


Esok ketika pulang dari pelatihan yang melelahkan itu, satu hal yang kulakukan adalah mengganti foto profil di akun Facebook.

Aku sempat berpikir, apa yang akan terjadi jika hal ini terjadi pada perempuan lain yang tidak bertindak hati-hati sepertiku? Apa yang terjadi jika mereka terpancing memberi info mengenai identitas dan lain-lain mengenai dirinya? Semoga tidak ada lagi yang mengalami hal seperti ini atau tidak ada yang cukup bodoh sampai-misalnya memberikan info tentang nomor rekening bank atau bahkan pada titik tertentu terdorong untuk mentransfer sejumlah uang.


Semoga bermanfaat dan Menginspirasi...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta di Ujung Asa

Selendang Sutra Bidadari